Pages

Bali Google Search

Custom Search

Sunday, November 11, 2007

PERAYAAN SARASWATI

Saniscara Umanis Wuku Watugunung atau Sabtu (10/11) hari ini, segenap umat Hindu di seantero Bali kembali larut dalam kekhusyukan persembahyangan Saraswati. Sebuah momen penting dalam gerak kehidupan manusia Hindu yang diyakini sebagai hari turunnya segala jenis ilmu pengetahuan yang akan mencerahkan dunia. Yang terpenting dilakukan oleh umat, pada perayaan Saraswati itu mereka juga diwajibkan melakukan moratorium. Diam sejenak untuk nyelisik bulu (instropeksi-red) apakah ilmu pengetahuan yang dimilikinya sudah diamalkan untuk kebaikan dan kemuliaan umat atau sebaliknya. Aktivitas moratorium juga wajib dilakukan oleh para pejabat pembuat kebijakan, apakah kebijakan yang telah mereka ambil sudah berpihak kepada kepentingan rakyat banyak. Dengan kata lain, momen perayaan Saraswati tidak cukup dimaknai dengan melaksanakan persembahyangan maupun pantangan membaca dan menulis yang sudah dilakoni umat Hindu dari generasi ke generasi.

Dihubungi Jumat (9/11) kemarin, Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat Drs. I Ketut Wiana, M.Ag. dan Dekan Fakultas Ilmu Agama Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Drs. I Wayan Suka Yasa, M.Si. membenarkan bahwa perayaan Saraswati dimanfaatkan oleh umat Hindu untuk nyeliksik bulu, instrospeksi, dan bersiap diri untuk menata kehidupan yang lebih baik. Merenungi dan mengevaluasi kembali apakah ilmu pengetahuan itu sudah benar-benar diamalkan sesuai fungsinya. ''Kenapa kita diminta diam sejenak dan pantang membaca serta menulis saat hari raya Saraswati, tujuannya jelas agar kita punya ruang yang lapang untuk mengevaluasi diri,'' kata Wiana dan dibenarkan oleh Suka Yasa.
Pada hari raya Saraswati, kata Wiana dan Suka Yasa, umat Hindu memuja Dewi Saraswati yang diyakini sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsinya sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan. Dalam berbagai lontar di Bali, Dewi Saraswati disebut sebagai ''Hyang Hyangning Pangewruh''. Hari raya untuk memuja Saraswati dilaksanakan setiap 210 hari yaitu pada hari Saniscara Umanis Watugunung. Kesokkan harinya atau Redite Paing Wuku Sinta dilaksanakan Banyu Pinaruh yang merupakan kelanjutan dari perayaan Saraswati. Ini berarti, perayaan Saraswati mengambil dua wuku yakni Wuku Watugunung (wuku yang terakhir) dan Wuku Sinta (wuku yang pertama) atau disebut juga sebagai wuku nemugelang (pergantian dari wuku puncak menuju wuku baru-red).
''Wuku nemugelang ini diyakini sebagai momen yang sangat sakral dan mencuatkan aura spiritual yang sangat kuat. Momen yang sangat ideal untuk melakukan yoga samadhi maupun introspeksi diri. Makanya, puncak perayaan Saraswati biasanya dimanfaatkan oleh umat Hindu untuk melakukan samadhi,'' kata Suka Yasa.
Pada Saniscara Wuku Watugunung itu, kata Wiana dan Suka Yasa, semua pustaka terutama Weda dan sastra-sastra agama dikumpulkan sebagai lambang stana pemujaan Dewi Saraswati. Di tempat pustaka yang telah ditata rapi itu diaturkan upacara Saraswati. Upacara Saraswati yang paling inti adalah banten (sesajen) Saraswati, daksina, beras wangi dan dilengkapi dengan air kumkuman (air yang diisi kembang dan wangi-wangian). Banten yang lebih besar lagi dapat pula ditambah dengan banten sesayut Saraswati dan banten tumpeng dan sodaan putih-kuning. ''Upacara ini dilangsungkan pagi hari dan tidak boleh lewat tengah hari,'' kata Wiana mengingatkan.
Menurut keterangan lontar Sundarigama tentang Brata Saraswati, kata Wiana dan Suka Yasa, pemujaan Dewi Saraswati harus dilakukan pada pagi hari atau tengah hari. Dari pagi sampai tengah hari, umat tidak diperkenankan membaca dan menulis terutama yang menyangkut ajaran Weda dan sastranya. Namun, ada juga umat yang melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh alias ''puasa'' membaca dan menulis itu dilakukan selama 24 jam penuh. Sedangkan bagi yang melaksanakan dengan biasa, lewat tengah hari mereka sudah dapat membaca dan menulis. Bahkan, di malam hari mereka dianjurkan melakukan malam sastra dan sambang samadhi.
''Pada intinya, ada tiga tingkatan pelaksanaan upacara Saraswati. Tingkatan kanista di mana umat hanya melaksanakan persembahyangan Saraswati tanpa disertai pantangan membaca dan menulis. Tingkat madya di mana umat melakukan persembahyangan Saraswati dan pantang membaca dan menulis hingga tengah hari. Sedangkan tingkat utama, umat melakukan Brata Saraswati selama 24 jam penuh dan selama rentang waktu itu sama sekali tidak melakoni aktivitas membaca dan menulis,'' papar Wiana panjang lebar.

Tiga Tingkatan
Wiana dan Suka Yasa menambahkan, mayoritas umat Hindu di Bali umumnya merayakan Saraswati tingkat madya. Ini berarti, mereka hanya pantang membaca dan menulis selama setengah hari di mana malam harinya mereka melakukan malam sastra dan sambang samadhi. Pada malam sastra itu, umumnya diselipi dengan kegiatan dharma wacana yang bertujuan memberikan pencerahan jiwa kepada umat. Keesokan harinya atau bertepatan dengan hari pertama Wuku Sinta, mereka melangsungkan upacara Banyu Pinaruh.
Bentuk prosesi upacara berupa mengaturkan laban nasi pradnyan air kumkuman dan loloh sad rasa (jamu mengandung enam rasa-red). Pada puncak upacara, semua sarana upacara itu diminum dan dimakan. Rangkaian upacara lalu ditutup dengan matirta. Upacara ini penuh makna yakni sebagai lambang meminum air suci ilmu pengetahuan. ''Upacara Banyu Pinaruh ini juga dirangkaikan dengan mandi di laut yang bertujuan untuk membersihkan diri, pikiran dan jiwa dari segala jenis mala (kekotoran-red),'' kata Suka Yasa dan Wiana kompak.
Upacara dan upakara dalam agama Hindu, kata Wiana, pada hakikatnya mengandung makna filosofis sebagai penjabaran dari ajaran agama Hindu. Secara etimologi, Saraswati berarti sesuatu yang mengalir atau makna dari ucapan. Ilmu pengetahuan itu sifatnya mengalir terus-menerus tiada henti-hentinya ibarat sumur yang airnya tiada pernah habis meskipun tiap hari ditimba untuk memberikan hidup pada umat manusia.
Saraswati juga berarti makna ucapan atau kata yang bermakna. Kata atau ucapan akan memberikan makna apabila didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itulah yang akan menjadi dasar orang untuk menjadi manusia yang bijaksana. ''Kebijaksanaan merupakan dasar untuk mendapatkan kebahagiaan atau ananda. Kehidupan yang bahagia itulah yang akan mengantarkan atma kembali luluh dengan Brahman,'' katanya seraya memaparkan makna perayaan Saraswati secara panjang lebar.

No comments:

Post a Comment