Pages

Bali Google Search

Custom Search

Monday, November 12, 2007

KETIKA SARASWATI MEMBELOKKAN LIDAH KUMBAKARNA

LAZIMNYA perayaan hari-hari besar keagamaan Hindu, perayaan Saraswati juga diwarnai dengan mitologi-mitologi yang makin memperkuat kenyakinan umat untuk memuja keagungan Tuhan. Menurut Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat yang juga dosen IHDN Denpasar Drs. I Ketut Wiana, M.Ag., salah satu mitologi menarik tentang Dewi Saraswati tertuang dalam Utara Kanda yang merupakan bagian dari epos Ramayana. Dalam cerita itu, Dewi Saraswati dikisahkan bersemayam secara gaib dalam lidah Kumbakarna sehingga dunia terhindar dari kekacauan.
Menurut Wiana, Utara Kanda menceritakan pasangan suami-istri Resi Waisrawa dan Dewi Kaikasi yang berputra empat orang yakni tiga orang laki-laki dan seorang prempuan. Putra pertama bernama Dasamuka (Rahwana), kedua Kumbakarna, ketiga bernama Dewi Surpanaka dan yang terkecil bernama Gunawan Wibhisana. Sang Resi memerintahkan ketiga putra laki-lakinya bertapa di Gunung Gokarna. Ketiga putra sang Resi itu lantas membangun tempat pertapaan yang terpisah-pisah di Gunung Gokarma. Bertahun-tahun mereka bertapa dengan teguh dan tekun. Karena ketekunannya, Dewa Brahma berkenan memberikan anugerah kepada mereka.
Pertama-tama, Dewa Brahma mendatangi Dasamuka dan bertanya apa yang diharapkan Dasamuka dari tapanya. Dasamuka mengajukan permohonan untuk dianugerahi kekuasaan di seluruh dunia. Seluruh dewa, gandarwa, manusia dan seluruh makhluk di dunia tunduk kepadanya. Permohonan itu dikabulkan Dewa Brahma.
Selanjutnya, Dewa Brahma menuju pertapaan Gunawan Wibhisana dan berkenan memberikan anugerah kepadanya. Putra Resi Waisrawa ini menyampaikan permohonannya agar dianugerahi kesehatan dan ketenangan rohani, memiliki sifat-sifat utama dan taat melakukan pemujaan kepada Tuhan. Permintaan itu pun langsung dikabulkan Dewa Brahma.
Begitu Dewa Brahma akan beranjak menuju pertapaan Kumbakarna, para dewa datang menyembah kepada Dewa Brahma. Para dewa memohon agar Dewa Brahma tidak mengabulkan permohonan Kumbakarna. Pasalnya, Kumbakarna berbadan raksasa yang mahahebat. Kalau Kumbakarna punya kesaktian, jelas akan sangat membahayakan keselamatan manusia di dunia. Meskipun ada permohonan para dewa itu, Dewa Brahma tetap bertekad memberikan anugerah karena tidak mau berlaku tidak adil kepada ketiga putra Resi Waisrawa. Apalagi, Kumbakarna juga melakukan tapa dengan sangat tekun sehingga layak mendapatkan anugerah. Namun untuk memenuhi permohonan para dewa itu, Dewa Brahma punya akal. Istri atau saktinya -- Dewi Saraswati -- diutus supaya ber-stana di lidah Kumbakarna dan bertugas membuat lidahnya salah ucap. Setelah itu, Dewa Brahma datang memberikan anugerah kepada Kumbakarna.
Kumbakarna memohon anugerah agar selama hidupnya selalu senang. Karena itu, ia semestinya mengucapkan kata ''sukasada''. Namun, Dewi Saraswati membelokkan lidah Kumbakarna sehingga ucapan yang terlontar dari mulut raksasa tinggi besar itu adalah ''suptasada'' yang berarti selalu tidur. Andaikata Kumbakarna mendapat anugerah ''selalu hidup bersenang-senang'', maka besar kemungkinan ia selalu mengumbar hawa nafsu. Raksasa yang mengumbar hawa nafsu tentu akan dapat mengacaukan dunia.
''Begitu peranan Dewi Saraswati, dengan kata-kata yang tersaring dalam lidah dapat menyelamatkan dunia. Dalam konteks kehidupan nyata, kita juga harus bijaksana menyaring kata-kata sehingga tidak menimbulkan petaka bagi diri sendiri, orang lain maupun masyarakat secara luas,'' kata Wiana memaknai filosofi dari cerita tersebut.
Menurut Wiana, sejatinya masih banyak cerita lain yang mengungkap keagunan Dewi Saraswati. Misalnya, mitologi yang tertuang dalam kitab ''Aiterya Brahmana'' yang sejatinya menabur tuntunan hidup kepada umat untuk berbuat baik. Ditegaskan, semua cerita itu merupakan sebuah metode seni sastra agama untuk meletupkan kehalusan budi. ''Agama akan mengarahkan hidup, ilmu pengetahuan memudahkan hidup dan seni akan menghaluskan hidup. Karena itulah, memuja Tuhan menurut pandangan Hindu juga menggunakan aspek seni. Pemujaan kepada Dewi Saraswati tiada lain adalah memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam aspeknya sebagai sumber ilmu pengetahuan,'' tegasnya

No comments:

Post a Comment