Pages

Bali Google Search

Custom Search

Thursday, October 22, 2009

PANCA DATU

Panca Datu...

Panca Datu dan Perjalanan Maharesi Markandeya

Bila kita membaca kisah perjalanan Maharsi Markandeya(yang dijadikan panutan di Pesraman Batu Ngadeg Narayana dengan konsep Waisnawa) tampak jelas dimana keberhasilannya untuk merabas Pulau Bali adalah dengan membawa Panca Datu dan menanamnya di Pura Basukian atau Besakih sekarang. Kok bisa hanya membawa lima jenis logam dapat selamat merabas Pulau Bali yang dulunya terkenal angker dengan roh-roh jahatnya ?

Ini merupakan petunjuk/wahyu yang didapat oleh beliau di lereng Gunung Raung (Jatim) atas petunjuk Dewa Brahma dalam manifestasi beliau sebagai Sang Hyang Pasupati. Ada apa dengan Panca Datu? Seperti yang anda ketahui panca Datu adalah lima jenis logam mulia yang dipakai biasanya ditanam di tanam sebelum membangun suatu pura. Upacaranya dinamakan "mendem pedagingan (mengisi inti). Logam-logam itu antara lain adalah Emas, Perak, Besi,Perunggu dan timah atau beberapa sumber menjelaskan logam-logam tersebut adalah: mirah permata, emas, perak, perunggu dan baja. Dalam postingan ini kami coba mengupas arti panca datu yang dikomparasi dari kajian kitab Weda, Lontar, ilmiah(sebagai sumber tertulis) dan wedangga(sumber lisan wahyu/tutur). Tujuannya bukan mencari kelemahan atau mengkritik satu sama yang lain, melainkan belajar untuk mengupas nilai-nilai Agama yang dapat digunakan dasar/isnspirasi untuk mengarungi samudera kehidupan yang luas ini.

Panca datu (lima jenis logam) sekarang telah menjadi suatu ritual resmi di Bali dalam rangka pemelaspasan/proses inisiasi energi ketuhanan ketika akan mentransformasi suatu pura yang baru selesai dibangun agar dapat dipakai untuk sembahyang (mentransfer energi/sinar suci ketuhanan). Begitu pula bagi pura yang telah lama berdiri, perlu di recharge energinya dengan upacara mupuk pedagingan, pedudusan dll. Kita tidak membahas fungsi panca datu sebagai bagian dari upacara melainkan kenapa Maharesi Markandeya hanya berbekal lima jenis logam dapat merabas pulau Bali? dan kenapa Maharesi diperintahkan menanamnya di pulau ini? ada apa dengan logam dalam konteks energi spiritual.

Sifat dan Energi Logam

Logam dan dunia spiritual/supranatural memang tidak bisa dipisahkan. kami berikan contoh "Keris" keris adalah salah satu jenis tradisional yang diposisikan paling tinggi statusnya, karena keris selain berfungsi untuk senjata penjaga diri juga berfungsi sosial sebagai lambang suatu jabatan, media supranatural dan prestise (kebanggaan pribadi/golongan). Banyak mitos yang lahir dari sosok "keris" ini keris ada yang diyakini mempunyai "roh", keris dianggap dapat memberikan kekuatan tertentu pada pemiliknya dll. Kebudayaan keris di Bali diperkirakan munculnya pada jaman Bali Arya dimana Bali mulai ada interaksi dengan Kerajaan di Pulau Jawa.
Olahan logam yang juga diyakini memiliki nilai spiritual/supranatural adalah gamelan/gong. Gamelan di Jawa dan Bali diyakini meiliki "roh" tertuma di instrumen "Gong"-nya. Di Jawa bahkan instrumen gong ini bersifat "laki perempuan" dan diberikan nama tertentu sedangkan di Bali bahkan ada upacara khusus terhadap instrumen "gong" yang dilakukan sebelum memulai memainkan gamelan.

Dari contoh di atas tampak jelas unsur logam merupakan media yang bagus untuk menyimpan energi-energi spiritual dibandingkan zat yang lain. Jika ditilik dari sifatnya menurut ilmuwan, bahwa logam sebagai suatu kristal terdiri dari ion positif logam dalam bentuk bola-bola keras dan sejumlah elektron yang bergerak bebas dalm ruang antara. Elektron-elektron valensi logam tidak terikat erat (karena energi ionisasinya rendah), sehingga relatif bebas bergerak. Hal ini dapat dimengerti mengapa logam bersifat penghantar listrik yang baik dan juga mengkilap.

Dalam kepercayaan di Bali logam tidak dicantumkan kedalam unsur pembentuk alam. Unsur pembentuk alam di Hindu dikenal sebagai Panca Maha Bhuta yaitu:
Pertiwi(tanah), apah(air), teja(api), bayu(udara), akasa(ether/zat kosong). Panca Maha Bhuta ini diciptakan dari unsur tenaga Tuhan yaitu:
Gandhatanmatra adalah benih unsur pertiwi, rasatanmatra benih unsur apah/air, rupatanmatra benih unsur teja/api, sparsatanmatra benih unsur bayu/udara dan sabdatanmatra benih unsur akasa.

Jika kita komparasikan dengan ilmu alchemy/alkimia. Alkimia (alchemy) adalah suatu seni abad pertengahan untuk menciptakan emas dari logam apa saja. Walau alkimia seolah-olah hanya menghasilkan ilusi akan tetapi tetap berperan besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern terutama ilmu kimia.

Menurut catatan, alkimia lahir di tanah mesir tepatnya Alexandria. Pada periode yang bersamaan, ilmu ini dikembangkan di daratan Cina. Alkimia dipengaruhi oleh teori yang disusun oleh Empedocles sekitar 5 abad sebelum masehi, yang mengatakan bahwa seluruh benda disusun dari udara, tanah, api dan air. Dari teori dasar pembentukan benda tersebut di atas, maka para filsuf terus mengembangkan Alkimia, seperti Zosimus (tahun 250-300), Aristoteles, Geber, Roger Bacon dari Inggris, Albertus Magnus dari Jerman, St. Thomas Aquinas dari Itali dan lain-lain.

Yang paling menarik adalah Philippus Paracelsus, ahli kimia dari Swiss yang menyatakan secara tegas bahwa segala hal dibentuk dari tanah, udara, air, api dan sebuah elemen yang “belum” diketahui. Jika elemen tersebut diketahui, maka diyakini bahwa manusia bisa “menciptakan apa saja” dari keempat elemen tersebut di atas. Setelah Paracelcus tiada, para ahli kimia di Eropa dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok yang berkonsentrasi pada usaha-usaha scientific untuk menemukan unsur dan reaksi yang baru sedangkan kelompok lain berkonsentrasi pada sisi metafisik dari alkimia kuno (kijeromartani.blogspot.com)

Sangat canggih ya, semua unusr ini kalo disatukan akan menjadikan emas, masalahnya unsur kelima akasa (ether) masih belum diketemukan/dimengerti sampai sekarang, tugas anda untuk mencarinya. Emas dalam alkimia yang dianggap tujuan akhirnya merupakan logam yang sangat indah warna kuning yang mengkilap sempurna menjadi idaman manusia dari jaman dulu. Terbukti di lukisan-lukisan Dewa atau yang tercantum dalam Weda (digambarkan para dewa berpakaian emas).

Jika dilihat dari kaca mata spiritual warna emas merupakan assosiasi dari sinar suci Tuhan, jadi pengolahan keempat unsur tadi plus unsur kelima akan membuat bumi/badan kita akan bersinar. Caranya bagaimana tentu membutuhkan pendalaman ajaran spiritual sesuai yang diinginkan.

kembali ke kelima unsur logam, jadi panca datu tersebut adalah pengolahan sinar suci tuhan yang ditanam di pulau Bali sehingga menghubungkan kepada Sinar yang tertinggin yatu Tuhan Yang Maha Esa. maka dengan menanam panca datu di pura yang baru berarti tanah pura tersebut telah diubah menjadi "emas" yang penuh dengan sinar-sinar kesucian Tuhan.

Panca Datu dalam Kajian Filsafat Agama

Seperti yang telah kami kemukakan di atas bahwa Panca Datu ditanam di tanah ketika akan "mensahkan" satu pura menjadi tempat suci yang dapat digunakan untuk sembahyang. Kenapa harus ditanam di tanah. Kita kembali lagi ke konsep Bhuwana Agung=Bhuwana Alit dan unsur pembentuknya sama yaitu Panca Maha Bhuta.

Nah kelima jenis panca datu ini merupakan penetralisir dari panca Maha Butha tersebut, jadi panca datu ini adalah "jangkar" atau sofware yang "diinstall ke dalam tanah" sehingga unsur tanah tersebut dalam memancarkan sinar kesucian. Tentu pada waktu-waktu tertentu "software tersebut wajib diupdate biar tidak terjakit "virus" yang merusak sistem.

Menurut pesraman Batu Ngadeg Narayana Panca Datu yang dibawa oleh Maharsi Markandeya secara filsafat berarti Panca(Lima) Datu=Dasar Tutur(dasar Filsafat/pondasi keimanan).

Apakah Dasar Tutur menurut pesraman? itu tidak lain dan tidak bukan adalah Lima pokok /tuntunan dasar beragama Hindu yaitu Panca Sradha. Yaitu: Percaya terhadap Brahman, percaya terhadap atman, percaya terhadap karma Phala, percaya terhadap Punarbawa/reinkarnasi/samsara, percaya terhadap moksa.

Jadi sesuai dengan wahyu/sabda yang didapat dengan membawa "panca Datu" ini dan kemantapan dalam menjalaninya membuat Maharsi markandeya sukses "merabas" Hutan sampai akhirnya sampai ke Tujuannya (Besakih).

Hutan disini tentu yang dimaksud adalah dinamika kehidupan di dunia fana ini dan tujuannya adalah kelepasan/kebahagiaan Abadi/ Moksa. itu yang didapat berdasarkan tutur/sabda/wahyu yang didapat.

Jadi logam-logam tadi perlambang itu semua:
Emas=percaya terhadap Brahman (unsur yang dianggap tertinggi/murni)
perunggu=percaya terhadap Atman (mirip kayak emas namun belum murni)
Besi=percaya dengan karmaphala (unsur yang paling gampang ditempa)
baja=percaya terhadap reinkarnasi (unusr terkuat/perlambang kita tidak bisa terlepas darinya)
mirah permata=percaya terhadap moksa (unusr mengikat sekaligus merupakan tujuan akhir)

Memang hal ini perlu didiskusikan tidak bisa didoktrin sebagai yang paling benar. Namun kami harapkan dengan membaca pemaparan kami anda dapat menyimpulkan sendiri atau bahkan mempunyai inspirasi untuk mengungkapkan apa arti panca datu tersebut menurut logika dan "rasa". Semoga bermanfaat.

Posted by Pesraman Batu Ngadeg Narayana
http://lingganarayana.blogspot.com/2009/09/panca-datu.html?

Tuesday, October 20, 2009

PAID BANGKUNG

Tuesday, September 29, 2009
By ngarayana

Saya rasa istilah “paid bangkung” sudah bukan istilah yang asing lagi di telinga umat Hindu etnis Bali. Yaitu sebuah istilah yang umum digunakan untuk menyebutkan seorang lelaki Hindu yang menikah dengan wanita non-Hindu dan kemudian mengikuti agama istrinya. Etimologi “paid bangkung” sendiri berasal dari bahasa Bali, yaitu dari kata “paid” = ditarik dan “bangkung” = babi betina yang dipelihara untuk dibiakkan. Jadi istilah “paid bangkung” selalu dikonotasikan sebagai hal yang negatif.

Sering kali seorang pemuda Hindu Bali khususnya yang baik karena merantau ke luar Bali atau karena memang lahir di luar Bali dihadapkan dengan sebuah permasalahan yang sudah pasti pernah dialami oleh orang normal, yaitu “Cinta”. Sebagian besar pemuda/pemudi Hindu di luar Bali pernah menjalin cinta dengan pemuda/pemudi non-Hindu.

Cinta, sebuah hal yang sederhana tetapi juga ruwet. Cinta memang buta, hanya karena cinta pada pasangan, seseorang dapat meninggalkan agama dan keluarga. Tidakkah mereka sadar bahwa cinta pada lawan jenis tidak ubahnya bagai bunga rumput yang kadang tumbuh dan bersemi lalu mati dalam hitungan sekejap? Sering kali kita jatuh cinta pada seseorang karena fisiknya, padahal kalau mau jujur, sampai kapan kecantikan/ketampanan fisik itu akan bertahan? Tidak akan lebih dari umur 30 tahun kan?

Kita adalah Jiva (Atman) yang mandiri dan terpisah dari jiva-jiva lainnya. Jiva (Atman) hanya memiliki hubungan khusus dengan sumber dari Atman itu sendiri, yaitu Paramatman, Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagavad Gita 8.15 Sri Krishna mengatakan “Bhair antas ca bhutanam, Aku bersemayam dalam hati setiap insan”. Dalam aspeknya sebagai paramatman, Tuhan selalu menyertai sang jiva. Jika jiva dan paramatman diibaratkan sebagai dua ekor burung yang hinggap di sebuah pohon (analogi dari badan), Maka burung yang satu (jiva) sibuk sebagai penikmat dan pengguna semua fasilitas dan makanan yang ada pada pohon (badan) tersebut, sementara itu burung yang satunya lagi (paramatman) selalu setia menemani dan mengawasi burung penikmat (jiva) tadi. Celakanya, sering kali burung penikmat (jiva) ini selalu disibukkan oleh pemuasan nafsu kenikmatan pribadinya, sehingga dia melupakan burung yang selalu menemaninya (paramatman) dan selalu tertarik untuk terbang ke pohon-pohon lainnya demi kenikmatannya sendiri. Kita sering kali lupa akan siapa sejatinya diri kita. Apakah kita badan ini atau sesuatu di balik badan ini? Kita sering kali terperangkap untuk menikmati badan serta tertarik pada badan-badan yang lain dan kita lupa pada Tuhan (paramatman) yang selalu setia menemani kita. Andaikan seseorang sadar akan kedudukannya ini, dan mengerti bahwa cinta yang sejati hanya untuk Tuhan, maka penderitaan akan cinta yang konyol seperti kasus “paid bangkung” ini tidak akan pernah terjadi.

Dalam pelaksanaan perkawinan (vivaha) Hindu, hendaknya seseorang harus memperhatikan beberapa aturan dasar yang harus diketahui dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan vivaha tersebut, mokshatram ya ca iti dharma.

Tujuan mendasar dari sebuah perkawinan adalah membentuk keluarga yang berazaskan dharma sehingga menghasilkan anak-anak yang suputra dan selanjutnya suami istri harus dapat saling bahu-membahu melaksanakan yajna (upacara agama) sehingga diharapkan keduanya pada akhirnya akan mencapai tujuan hidup yang tertinggi, yaitu moksha. Hal ini diuraikan dalam Manava Dharma Sastra 9.96; “untuk menjadi ibu/istri maka wanita diciptakan dan untuk menjadi ayah/swami maka lelaki diciptakan, keduanya diciptakan untuk menyelenggarakan upacara agama”.

Disamping itu seorang laki-laki yang akan menikah harus menyadari betul hak dan kewajibannya sebagai seorang suami. Istilah suami berasal dari kata sansekerta “svami” yang artinya mengendalikan. Penggunaan kata svami ditujukan untuk dua hal, yaitu untuk orang suci dan untuk pemimpin keluarga.

Orang suci dapat menyandang nama/gelar svami jika mereka mampu mengendalikan indria-indrianya, mampu melaksanakan Panca Yama Bratha dan Panca Nyama Bratha serta menjalani aturan kehidupan sanyasi (bhiksuka), tidak terikat lagi dengan keluarga dan kehidupan material dan hanya disibukkan dalam pelayanan bhakti pada Tuhan dan menyebarkan dharma ke seluruh dunia.

Seorang laki-laki berumah tangga dapat disebut suami/svami jika mampu mengendalikan dan menuntun istri serta anak-anaknya sesuai dengan ajaran dharma. Seorang suami tidak dibenarkan takut pada istri dan berada di bawah ketiak istri, tapi swamilah yang harus mengendalikan istrinya dan tentunya harus sesuai dengan prinsip-prinsip dharma. Seorang lelaki yang mengendalikan pasangan hidup dan keluarganya secara sewenang-wenang dan tanpa aturan sastra agama yang benar juga tidak layak disebut sebagai suami.

Sehingga dengan ketiga prinsip dasar ini, yaitu bahwasanya cinta yang sejati hanya untuk Tuhan, suami dan istri diciptakan untuk saling bahu membahu melaksanakan ajaran dharma serta pada dasarnya seseorang hanya dapat disebut suami jika dia mampu mengendalikan dan mendidik keluarganya sesuai dengan prinsip dharma, maka beberapa jenis pernikahan yang marak terjadi belakangan ini tidak dapat dibenarkan.

Yang pertama, pernikahan “paid bangkung” sudah pasti menunjukkan bahwa pemuda yang “paid bangkung” ini tidak menyadari dirinya yang sejati sebagai jiva. Dia terlena akan kecantikan lawan jenis, iming-iming harta warisan atau mungkin karena pengetahuan agama dan antar agamanya yang sangat kering.

Kesalahan utama pemuda Hindu dalam meminang seorang wanita non-Hindu adalah pada pemahaman yang merupakan kebanggaan semu dari penganut Hindu yang menyatakan bahwa “semua agama sama”. Padahal pada kenyataannya tidak satu agamapun yang sama di dunia ini, bahkan dalam satu agamapun acap kali terdapat perbedaan pandangan/aliran. Sebuah survei interfaith menunjukkan bahwa agama yang memiliki toleransi paling tinggi adalah Hindu dan berikutnya diurutan kedua adalah Buddha serta agama-agama Timur lainnya. Pada urutan berikutnya adalah Kristen dan dikuti oleh agama Yahudi. Sementara itu agama yang paling tidak toleran menurut survei tersebut adalah Islam. Merupakan sebuah kebanggaan sebagai Hindu dimana menduduki peringkat teratas dalam hal toleransi beragama, tapi juga merupakan bumerang bagi mereka yang tidak memahami filsafat Hindu dengan benar.

Kasus menarik “paid bangkung” akibat kebanggaan buta akan sikap toleransi dan keringnya pengetahuan akan Hindu pernah terjadi di Yogyakarta. Pada waktu itu sebuah rombongan keluarga dari seorang alumnus salah satu perguruan tinggi di Yogya mendatangi rumah keluarga pacarnya dengan maksud meminang pacarnya tersebut. Setelah melakukan percakapan yang cukup hangat, tibalah pada sebuah percakapan yang menyangkut perbedaan agama antara kedua keluarga tersebut. Percakapanpun berlangsung a lot dan tegang, namun pada akhirnya diredam dengan satu “kalimat sakti” oleh pemimpin rombongan keluarga Hindu dari Bali tersebut. Beliau berujar dan mengatakan bahwa semua agama sama, sehingga tidaklah masalah untuk melakukan pernikahan beda agama antra pasangan ini. Meski meredakan ketegangan, namun ternyata pernyataan ini menjadi bumerang bagi keluarga Hindu Bali ini. Salah satu pihak perempuan akhirnya berujar; “Kalau memang menurut anda semua agama sama, berarti tidak masalah dong ya kalau anak bapak yang pindah ke agama kami?”. Logika yang bagus dan dengan primis yang memang tidak dapat dipatahkan. Akhirnya dengan kecewa, keluarga dari Bali ini harus pulang dengan merelakan anak lelaki mereka “paid bangkung”, menikah dan berubah agama mengikuti agama istrinya.

Kasus kedua yang seharusnya tidak boleh terjadi adalah dimana suami dan istri memiliki agama dan keyakinan yang berbeda. Manava Dharma Sastra 9.96 sudah sangat tegas mengatakan bahwa suami dan istri harus saling bahu membahu melaksanakan yajna (upacara agama). Jika mereka memiliki keyakinan berbeda, bagaimana mereka dapat melaksanakan yajna sesuai dengan aturan Veda?

Kasus yang kedua ini biasanya terjadi untuk meredam masalah dimana pihak suami atau istri sama-sama bersikukuh untuk mempertahankan agamanya. Namun biasanya yang pada akhirnya kalah adalah pihak Hindu, walaupun yang Hindu adalah suaminya, sering kali anak-anak mereka dididik dengan agama istrinya yang non-Hindu. Faktor utama penyebab ini sudah barang tentu karena Hindu sebagai minoritas di Indonesia tidak memiliki sistem pendidikan yang baik. Dan faktor lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah karena sebagian besar orang Hindu tidak memahami ajarannya dengan baik dan tidak dibekali dengan pemahaman akan ajaran agama yang lain.

Kesalahan terbesar orang Hindu, terutama Hindu etnis Bali diluar ketidakmampuan mensinergikan antara filsafat dan upacara (ritual) adalah karena orang Hindu tidak pernah mau belajar dari sejarah. Kerajaan majapahit runtuh karena Raja Brawijaya V tidak mampu bertindak sebagai seorang suami yang benar, dia tidak mampu mengendalikan dan mendidik istrinya yang muslim sehingga anak kandung dari istrinya itulah yang pada akhirnya menjadi penyebab kehancurannya dan kerajaannya. Kerajaan badung-pun hampir hancur dengan cara seperti ini, namun “untung” belanda datang menjajah sehingga Hindu di Bali belum sempat hancur seperti halnya Hindu di Jawa.

Menurut sebuah milis pemuda Hindu, saat ini terdapat seorang menteri Hindu yang juga sedang terjerat kasus seperti ini. Dalam keluarganya hanya dialah satu-satunya Hindu, istrinya dan anak-anaknya non-Hindu. Apakah seseorang yang tidak mampu mengendalikan keluarganya sendiri dapat diangkat sebagai menteri dan disuruh mengendalikan departemen? Kasus yang sama juga saya temukan di kota Metro, Lampung. Sungguh menyedihkan ketidakberdayaan lelaki-lelaki takut istri ini. Mereka sama sekali tidak layak disebut sebagai suami (svami).

Jatuh cinta dan menikah dengan lawan jenis yang berbeda agama tidaklah masalah, karena grahasta / vivaha adalah jenjang yang harus dilewati oleh setiap orang yang menjalankan catur ashrama secara normal. Namun untuk melaksanakan pernikahan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dharma dan tidak juga menyebabkan kita tergerus keluar dari ajaran yang sudah tepat, maka setiap pemuda-pemudi Hindu harus memiliki bekal filsafat Hindu yang benar dan juga memahami ajaran agama yang lain dengan baik. Sehingga apapun argumen memojokkan dari agama lain dapat kita tangkis dan bahkan dibalikkan kembali untuk memperlihatkan kekeliruan mereka.

Jika sistem pendidikan Hindu di Indonesia kuat dan setiap orang Hindu sadar akan pentingnya filsafat maka sudah pasti tidak akan ada lagi kasus-kasus seperti diatas tadi.

Monday, October 19, 2009

Benarkah Roh Leluhur Bisa Diajak Bicara?

Agama Hindu menyediakan literatur yang melimpah untuk dijadikan tumpuan belajar dan panduan mempraktikkan kehidupan beragama. Ada kelompok kitab Weda yang banyak jumlahnya, kemudian di Bali sendiri masih dibantu dengan literatur dalam bentuk lontar. Nah, itu baru panduan yang tertulis saja, karena di luar itu masih ada sulinggih ataupun pemangku sebagai tempat konsultasi tentang masalah keagamaan. Jika itu pun belum cukup, maka masih ada lusinan dresta, sima atau tradisi yang telah lumrah dipraktikkan turun-temurun. Demikian banyaknya tempat untuk bertanya dan belajar, toh orang Bali (Hindu) belum merasakannya cukup. Masih ada satu sumber yang patut dan (harus) digunakan: cara gaib dengan nunas bawos alias wawancara gaib dengan pihak-pihak yang diharap. Entah dengan leluhur, betara, atau panumadian-nya (roh yang menjelma). Ya, nunas bawos atau istilah lainnya meluasang, mepeluasang, ngalih munyin pipis baas, metuunang, dan istilah lainnya.

Kebiasaan yang paling umum berlaku di masyarakat adalah metuunang roh keluarga yang baru saja meninggal. Dengan minta bantuan jro dasaran, keluarga yang anggotanya ada meninggal itu bermaksud mencari tahu keadaan roh itu di alam sana. Maka pertanyaan yang sering dilontarkan bila roh itu telah merasuki jro dasaran adalah, “subake meme (bapa—cening) maan tongos?” dan sebagai jawabannya bisa saja jro dasran berucap atas nama roh itu seperti ini, “tonden, tiang nak nu menyi, jani tiang nu ngayah di Pura Dalem dadi jurui sampat.”

Kemudian yang nunasang bertanya lagi: “meme (bapa—cening dsb) lakar genanag banten, apa tagih meme?” Lantas jro dasaran menjawab, “Abenang cang pang sing nu dini meguyang, apang nyak bersih lantas maan tongos melah.” Ya, kurang lebih demikian dialog itu berlangsung sedemikian rupa. Ada kalanya jawaban itu berbunyi melarang untuk mengabenkan dirinya dan minta dikubur saja. Atau dalam kasus yang lain ada ‘sabda’ yang mengatasnamakan betara ini betara itu menuntut dibuatkan pelinggih baru. Dan sering juga petunjuk-petunjuk jro dasaran ini dipatuhi oleh masyarakat yang punya masalah, walaupun sering juga petunjuk serupa diacuhkan, karena dipandang tak sreg di hati.

Begitu juga dengan isi dari petunjuk jro dasaran itu tak selalu benar. Sudah biasa kalau banyak ucapan-ucapan itu ngawur, meskipun di lain kesempatan tak sedikit ucapan balian sonteng ini benar dan dapat menyelesaikan problema seseorang yang datang padanya.

Tradisi nunas bawos ke tempat balian sonteng adalah warisan kebudayaan animisme yang masih dipraktikkan hingga kini. Datang ke jro dasaran harus hati-hati untuk mampu membedakan pesan itu datang dari pitara, bhuta atau Betara? Inilah, mengapa menyimak isi dialog seperti ini harus cerdas dan ber-wiweka.

Melihat kenyataan ini, berarti di Bali tidak melulu sastra sebagai guru, karena pelaku ngelmu gaib (bagaimana pun proses ngelmunya), seperti jro dasaran atau balian sonteng juga memiliki porsi sama dalam menentukan visi keagamaana umat. Hanya saja untuk menjadi sulinggih atau mangku bisa ditempuh lewat cara belajar secara metodis, namun balian sonteng, dasaran dan sejenisnya sering ‘jadi’ begitu saja tanpa proses nyata. Inilah yang menyulitkan kemudian, karena toh mereka mengklaim bekerja atas nama sesuhunan yang gaib, namun tetap saja harus bicara dalam bahasa manusia. Dan ucapan-ucapan harus dipertanggungjawabkan secara hukum positif dan hukum agama. Banyak juga ucapan bertuah dilontarkan balian, namun tak jarang ucapan menghasut dan menyesatkan terucap. Mungkin masalahnya adalah, apakah dasaran itu ngiring bhuta, ngiring bhatara atau melanjutkan pekerjaan pitara yang belum tuntas.

Apakah ada orang ngiring bhuta (menyembah dan menjadi abdi bhuta—makhluk alam bawah)? Dalam benak kita, yang diasosiasikan sebagai bhuta kala adalah makhluk-makhluk assura: daitya, danawa, raksasa, pisaca, yaksa, pratikelena dan lainnya. Namun kita pun belum pasti benar siapa danawa, yaksa, pisaca itu? Sebenarnya roh-roh manusia yang mati bisa digolongkan menjadi beberapa jenis. Pertama roh yang mencapai alam kebebasan (moksa), kedua roh yang mencapai alam dewa (sorga), kemudian roh yang terikat dengan dunia, tetapi memiliki karakter baik (dewa yoni) dan roh yang berada dalam kesdaran tingkat bawah Preta yoni). Dewa yoni dan preta yoni inilah yang paling banyak berhubungan dengan manusia yang masih hidup, memberikan pawisik, paica, penampakan gaib dan sejenisnya. Makhluk dewa yoni dan preta yoni ini memiliki kualitas berbeda dan motivasi berbeda pula. Namun keduanya memiliki persamaan, yaitu memiliki kepentingan mencari pengikut (partner kerja—penyembah) di dunia nyata. Masalahnya adalah, di alam mereka sendiri juga terdapat koloni-koloni dan mereka harus dapat mempertahankan wilayahnya masing-masing. Roh-roh sakti yang berkuasa di suatu wilayah akan mencoba mengembangkan kekuasaannya dengan mencari pengiktu dan penyembah. Salah satu caranya adalah memberikan manusia paica benda gaib, memberikan kemurahan rejeki (pesugihan), memberikan manusia kesaktian dan sejenisnya. Semua pemberian itu tak ada yang cuma-cuma, tetapi terikat kontrak kerjasama yang rapi dan susah diputuskan oleh manusia.

Paica berupa benda gaib atau perjanjian gaib yang mengikat manusia itu sekaligus sebagai piagam kontrak kerjasama itu, dan sebagai imbalannya, roh-roh seperti itu pasti meminta sesuatu persembahan. Persembahan ini tentu akan datang dari pasien-pasien balian atau dasaran yang tangkil nunas tamba atau nunas bawos. Persembahan inilah yang dinikmati oleh sesuhunan. Jika sesuhunan itu dewa yoni, maka ia termotivasi untuk membantu secara murni, karena dulunya mungkin ia adalah orang baik-baik di masa hidupnya dan memiliki energi sakti. Dan karena energi saktinya inilah ia harus menuntaskan karma wasananya dengan melanjutkan menyalurkan energi yang terlanjur ia terima sebelumnya kepada manusia yang masih hidup (kekuatannya diberikan kepada balian). Umumnya, roh macam ini tak banyak permintaan, tak minta banten banyak dan persyaratan sulit buat pasien. Ujung-ujungnya pun umat akan digiring untuk tangkil ke pura-pura tertentu untuk tangkil kepada Ida Bhatara disana. Berbeda dengan roh preta yoni, yang mana motivasinya mencari pengikut adalah untuk menyuburkan kedudukannya di alam sana. Ingin memperluas dan memperekuat hegemoni. Roh seperti ini akan memberikan pawisik menyesatkan. Awalnya kelihatan benar, tetapi berikutnya akan disamarkan secara perlahan, sehingga yang mengemuka adalah kepentingannya, bukan mengatasi masalah manusia. Misalnya, kemudian minta pelinggih, minta upacara tertentu, minta dibuatkan pelinggih di pohon yang angker (kendati tidak semua yang minta pelinggih itu preta yoni, bisa juga dewa yoni).
Orang Bali bukannya tak paham akan hal ini. Takut menjadi abdi gaib dari roh yang tak jelas identitasnya, maka dalam banyak kasus kita saksikan banyak orang berusaha mati-matian untuk menolak menjadi dasaran atau balian. Mereka takut, makhluk apa yang mereka iring, siapa yang mereka jadikan tuan, dewa yoni-kah atau preta yoni? Sebab semua sesuhunan itu saat menampakkan diri kepada abdinya selalu mengaku Ratu ini ratu itu.

Karena roh-roh ini, baik dewa yoni maupun preta yoni belumlah roh yang sempurna, maka apa yang dibisikkannya kepada manusia tidak bebas dari risiko kebohongan, kesalahan, ketidakbenaran, dan lainnya. Jadi berhubungan dengan mereka ini patut dipetik manfaat positifnya saja. Karena roh-roh seperti ini adalah pasti roh tua, berasal dari mereka yang meninggal dahulu kala, mungkin juga di zaman purba atau kerajaan. Tentu ia memiliki kemampuan untuk menghubungi roh-roh yang baru meninggal, untuk memediasi berdialog dengan bekas keluarganya di alam nyata. Itulah fungsi sesuhunan dasaran atau balian sonteng. Tinggal sekarang kita perlu waspada dan menyelamatkan jalan spiritual kita. Untuk tidak terjerumus pada hasutan gaib yang tak bertanggungjawab, maka jadikan saja ajaran agama sebagai pedoman utama.

Makhluk preta yoni ini banyak bergentayangan di sekitar kita mencari ‘nasabah’ militan. Hati-hatilah pergi ke gunung, goa, pohon besar, tempat angker untuk minta kesaktian. Kesaktian dan pesugihan adalah hal yang sangat remeh dan paling murah di alam niskala yang bisa dijadikan umpan untuk menjerat leher manusia yang keburu terhanyut hayalan kemewahan dunia. Dan bagi mereka yang emoh, enggan ngiring sesuhunan yang tak jelas identitasnya, punya keraguan di hati untuk menajdi abdinya, maka segeralah berlindung kepada guru rohani. Temuilah sath guru dan kita akan dibebaskan dari risiko buruk itu. Jika pun harus ngiring, maka kita akan menjadi abdi dewa-dewa yang bertahtakan kesucian. Mohonlah petunjuk kepada leluhur di Sanggah Kemulan supaya dibukakan jalan terang.

Jadi, pergi ke balian sonteng atau jro dasaran tak ada salahnya, asalkan semua isi dialog itu disaring sesuai keyakinan dan petunjuk sastra-sastra agama. Sebenarnya yang kita cari di tempat balian sonteng bukanlah wahyu dewata, tetapi kita pinjam ‘pesawat telephone’ untuk menghubungi keluarga kita di alam lain. Ingat! Roh keluarga kita yang bisa dihubungi adalah yang dimensinya masih dekat dengan alam ini. Semakin tinggi alam yang dicapai roh bersangkutan, maka makin sulit dihubungi, apalagi roh yang sudah mampu bebas dari ikatan-katan duniawi. Namun kenyataannya, siapa saja yang hendak kita kontak lewat jro dasaran selalu bisa. Nah! Hati-hatilah dengan subjektivitas jro dasaran

Saturday, October 17, 2009

PENUNGGUN KARANG

Om Swastyastu

Semoga Damai Dalam Lindungan Brahman

Penunggun Karang, dalam beberapa susatra dijelaskan bahwa yang distanakan di sana adalah Hyang Bahu Rekso, artinya yang menjadi penguasa alam secara niskala tempat atau wilayah tersebut. Jadi yang distanakan di Penunggu Karang tidak dapat diimport dari tempat lain apalagi dari Bali. Penunggu Karang bersifat local genius, punya batasan teritorial (batasan kekuasaan).
Jika melaspas atau ngelinggihan membutuhkan kepekaan dari seorang pinandita/pandita untuk tahu siapa yang menjadi penguasa tempat itu. Semua penguasa alam seperti Hyang Bahu Rekso, diketuai oleh Deva Ganesha, jadi Hyang Bahu Rekso dikelompokkan ke dalam GANA BHALA (pasukan Gana),
Jadi kalau di rumah menstanakan Ganesha itu sangat baik karena Ganesha meiliki multifungsi diantaranya adalah:

Sebagai VIGHNASVARA:
Penghalau segala rintangan (OM VAKTRA TUNDA MAHA KAYA SURYA KOTI SAMAPRABHA NIRVIGHNA KURUME DEVA SARVA KARYESU SARVADAM). makanya para Balian meuja Beliau agar dapat menghilangkan penyakit. Sebagai SIDDHI DATA: sebagai pemberi kesuksesan, (SARVA KARYESU SARVADAM).

Sebagai VINAYAKA:
Lambang kecerdasan (intelek), makanya dijadikan simbol pengetahuan, dan baik untuk anak-anak.

Sebagai BUDHIPRADAYAKA:
Memantapkan kebijaksanaan setiap Vaidika Dharma (pencari kebenaran),

sebagai LAMBODARA:
Sumber kemakmuran. Akan lebih baik kalu di Penunggu Karang dilinggihkan Arca Ganesha (devanya para Bahu Rekso), daripada tidak tahu siap yang distanakan. ada beberapa mantra untu Ganesha selain yg diatas:

Gayatri Ganesha:
1)OM EKA DANTHA YA VIDMAHE, VAKTRA TUNDA YA DHIMAHI, TANNO DANTIH PRACCODAYAT
2)OM TAT PURUSA YA VIDMAHE VAKTRA TUNDA YA DHIMAHI TANNO DANTIH PRACCODAYAT.
3)OM TAT KARTAYA YA VIDMAHE HASTA MUKHA YA DHIMAHI TANNO DANTIH PRACCODAYAT.

Ganesha Stava:
OM NAMOSTUTE GANAPTI SARVA VIGHNA VINASANAM SARVA KARYA PRASIDDHAYATU NAMO KARYAM PRASIDDHATAM
Japa Ganesha: OM GAM GANAPATAYE NAMAHA / OM SHRI GANESHA YA NAMAHA.
semoga bermanfaat.

Om Shantih Shantih Shantih Om

Thursday, October 15, 2009

TETIKESAN PUJA MANTRA

Oleh: I Wayan Sudarma

Oṁ sahana vavatu sahana bhunaktu
Saha viryam karavavahai
Tejasvināvaditham āstu mā vidviṣā vahai
Ya Tuhan semoga kami dapat belajar bersama, berkembang bersama, memperoleh pengetahuan bersama. Semoga tidak terjadi suatu kesalahpahaman di antara kami. Dan apabila terjadi sesuatu kesalahan secara sengaja atau tidak sengaja, semoga kami dapat saling memaafkan.

A. Pendahuluan
Dalam melaksanakan puja bhakti kepada Brahman, umat Hindu diberikan kebebasan untuk dapat mewujudkan bentuk Śraddhā tersebut. Secara umum bentuk Bhakti umat Hindu dapat dilakukan dengan menggunakan: mantra, yantra, tantra, yajña, dan yoga. Mantra adalah doa-doa yang harus diucapkan oleh umat kebanyakan, pinandita, pandita sesuai dengan tingkatannya. Yantra adalah alat atau simbol-simbol keagamaan yang diyakini mempunyai kekuatan spiritual untuk meningkatkan kesucian. Tantra adalah kekuatan suci dalam diri yang dibangkitkan dengan cara-cara yang ditetapkan dalam kitab suci. Yajña yaitu pengabdia yang ulus ikhlas atas dasar kesadaran untuk dipersembahkan sehingga dapat meningkatkan kesucian. Dan Yogaartinya mengendalikan gelombang-gelombang pikiran dalam alam pikiran untuk dapat berhubungan dengan Tuhan, yang dapat dilakukan melalui Astangga Yoga(yama, niyama, asana, pranayama, prathyahara, dharana, dhyana, dan samadhi) (Bhagavan Shri Sathya Sai Baba, 1995: 12).
——————————————————————————————————————————–
** Penyuluh Agama Hindu Kota Bekasi

B. Mantra
Berkaitan dengan pengucapan Mantra, apakah mantra itu?. Mantra berasal dari suku kata Man (Manana) dan kata Tra (Trana) yang berarti pembebasan dari ikatan samsara atau dunia phenomena ini. Dari kombinasi Man dan Tra itulah disebut mantra yang berarti dapat memanggil datang (Amantrana). Mantra merupakan sebuah kata atau kombinasi beberapa buah kata yang sangat kuat atau ampuh, yang didengar oleh orang bijak dan yang dapat membawa seseorang yang mengucapkannya melintasi lautan kelahiran kembali, inilah yang merupakan arti mantra yang tertingi. Arti mantra yang lebih rendah adalah rumusan gaib untuk melepaskan berbagai kesulitan atau untuk memenuhi bermacam-macam keinginan duniawi, tergantung dari motif pengucapan mantra tersebut. Mantra adalah sebuah kekuatan kata yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan keinginan spiritual atau keinginan material, yang dapat dipergunakan demi kesejahteraan ataupun penghancuran diri seseorang. Mantra seperti energi atom yaitu suatu tenaga yang bertindak sesuai dengan rasa bhakti seseorang yang mempergunakannya. Sabda adalah Brahman, karena itu ya menjadi penyebab Brāhmanda manifestasi chit sakti itu sendiri seperti yang disebutkan dalamVishvasara Tantra, yaitu ”Parabrahman itu sebagai sabda Brahman yang substansinya semua adalah mantra, dan yang berada di dalam wujud jivātma”. Bentuk itu sebagiantidak beraksara (Dhvani), sebagian lagi beraksara (Varna). Yang tidak beraksara itulah yang memunculkan yang beraksara, dan itulah aspek yang halus dari Śākti yang menghidupkan jiwa itu (Svami Rama: 1984: 24).
Sedangkan Prapancha Sara mengatakan bahwa: ’ Brāhmanda diresapi oleh sakti, yang terdiri atas Dhvani, yang juga disebut Nada, Prana, dan sebagainya”. Manifestasi dari Sabda menjadi wujud kasar (Sthūla) itu tidak bisa terjadi terkecuali Sabda itu ada dalam wujud halus (Suksma). Dari penjelasan tersebut, dapata dipahami bahwa Mantra merupakan aspek dari Brahman dan seluruh manfestasi Kulakundalini. Secara filosofis sabda itu adalah guna dari Akasa atau ruang ethernal. Tetapi sabda itu bukan produksi Akasa. Sabda memanifestasikan diri di dalam Akasa. Sabda itu adalah Brahman, seperti halnya di antariksa, gelombang bunyi dihasilkan oleh gerakan-gerakan udara (Vāyu); karena itu di dalam rongga jiwa atau di rongga tubuh yang menyelubungi jiwa gelombang bunyi dihasilkan sesuai dengan gerakan-gerakan Praṇa vāyu dan preses menarik napas dan mengeluarkan napas.
Mantra disusun dengan menggunakan akṣara-akṣara tertentu, diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk bunyi, sdangkan huruf-huruf itu sebagai perlambang-perlambang dari bunyi tersebut. Untuk menghasilkan pengaruh yang dikehendaki, mantra harus disuarakan dengan cara yang tepat, sesuai dengan svara (ritme) dan varna (bunyi). Huruf-huruf penyusunannya pada dasarnya ialah mantra sastra, karena itu dikatakan sebagai perwujudan Śastra dan Tantra yang terdiri atas Mantra adalah Paramātma., Veda sebagai Jivātma, Dharsana sebagai indriya, Puraṇa sebagai jasad, dan Smṛti sebagai anggota. Karena itu Tantra merupakan Śākti dan kesadaran, yang terdiri atas mantra. Mantra tidak sama dengan doa-doa atau kata-kata untuk menasehati diri (Ātmanivedana)
Dalam Nitya Tantra, disebutkan berbagai nama terhadap mantra menurut jumlah suku katanya. Mantra yang terdiri dari satu suku kata disebut Pinda. Mantra tiga suku kata disebut Kartari, yang terdiri dari empat suku kata smpai sembilan suku kata disebut Vija Mantra, sepuluh sampai duapuluh suku kata disebut Mantra, dan yang terdiri lebih dari duapuluh suku kata disebut Mālā. Tetapi istilah Vija juga diberikan kepada mantra yang bersuku kata tunggal.

C. Jenis-jenis Mantra
Berdasarkan sumbernya mantra ada bermacam-macam jenis yang secara garis besar dapat dipisahkan menjadi; Vedik mantra, Tantrika mantra, dan Puraṇik mantra. Sedangkan berdasarkan sifatnya mantra dapat terbagi menjadi; Śāttvika mantra(mantra yang diucapkan guna untuk pencerahan, sinar, kebijaksanaan, kasih sayang Tuhan tertinggi, cinta kasih dan perwujudan Tuhan), Rājasika mantra (mantra yang diucapka guna kemakmuran duniawi serta kesejahteraan anak-cucu), Tāmasika mantra (mantra yang diucapkan guna mendamaikan roh-roh jahat, untuk menghancurkan atau menyengsarakan orang lain, ataupun perbuatan-perbuatan kejam lainnya/Vama marga/Ilmu Hitam). Disamping itu mantra juga dapt dibagi menjadi:
1. Mantra: yang berupa sebuah daya pemikiran yang diberikan dalam bentuk beberapa suku kata atau kata, guna keperluan meditasi dari seorang guru(Mantra Diksa)
2. Stotra: doa-doa kepada para devata, Stotra ada yang bersifat umum, yaitu; yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang harus datang dari Tuhan sesuai dengan kehendakNya, misalnya doa-doa yang diucapkan oleh para rohaniawan ketika memimpin persembahyangan, sedangkan Stotra yang bersifat khusus adalah doa-doa dari seoarang pribadi kepada Tuhan untuk memenuhi beberapa keinginan khususnya, misalnya doa memohon anak, dan sebagainya.
3. Kāvaca Mantra: mantra yang dipergunakan untuk benteng atau perlindungan dari berbagai rintangan.
Dalam kitab Nirukta Vedangga, mantra dapat dibagi menjadi 3 sesuai dengan tingkat kesukarannya, yaitu:
1. Paroksa Mantra, yaitu mantra yang memiliki tingkat kesukaran yang paling tinggi. Hal ini disebabkan mantra jenis ini hanya dapat dijangkau arti dan maknanya kalau diwahyukan oleh Tuhan. Tanpa sabda Tuhan mantra ini tidak mungkin dapat dipahami.
2. Adyatmika Mantra, yaitu mantra yang memiliki tingkat kesukaran yang lebih rendah. Mantra ini dapat dicapai maknanya melalui proses pensucian diri. Orang yang rohaninya masih kotor, tidak mungkin dapat memahami arti dan fungsi jenis mantra ini.
3. Pratyāksa Mantra, yaitu mantra yang lebih mudah dipahami. Untuk menjangkau makna mantra ini dapat hanya mengandalkan ketajaman pikiran dan indriya.
Disamping itu ada juga jenis mantra yang ditulis baik dalam buku, kitab, lontar yang disebut Varnātmaka Sabda, yang terdiri dari suku kata, kata ataupun kalimat. Sedangkan mantra yang diucapkan disebut Dhvanyātma Sabda, yang merupakan nada atau perwujudan dari pikiran melaui suara tertentu, yang dapat berupa suara saja atau kata-kata yang diucapkan ataupun dilagukan dan setiap macamnya dipergunakan sesuai dengan keperluan, kemampuan serta motif pelaksana.

D. Cara mengucapkan Mantra
1. Vāikari, yaitu mengucapkan mantra dengan mengeluarka suara dan dapat didengar oleh orang lain, kekuatan mantra yang diucapkan dengan cara ini akan mampu memecah guna tāmas (kelambanan), ketakutan yang ada pada diri seseorang. Cocok dipakai bagi para sadhaka pemula dan dapat menghancurkan energi negatif yang ada di sekitar pengucapnya.
2. Upaṁsu, yaitu mantra yang diucapkan yang hanya didengar oleh orang yang mengucapkannya saja (berbisik-bisik), kekuatan mantra yang diucapkan dengan teknik ini dapat memurnikan guna rājas (nafsu). Jika mantra ini diucapkan dengan cara ini juga dapat memberikan perlindungan (kāvaca) dari berbagai gangguan (lingkungan, energi negatif, roh jahat, dan sebagainya).
3. Mānasika, yaitu mantra yang diucapkan dalam hati, bermeditasi pada jiwa dari mantra serta arti dari kata-kata suci tersebut tanpa menggerakkan lidah ataupun bibir. Kekuatan mantra ini akan dapat menumbuhkan kesadaran illahi pada diri yang mengucapkannya, sedangkan yang bermeditasi pada irama pernapasan dengan menggunakn mantra disebut Ajapajapa.

E. Kualitas Mantra
1. Sattvika mantra (Produktif); yaitu dipakai dalam rangka meningkatkan kesadaran illahi, semata-mata untuk memuliakan kebesaran Brahmandengan segala prabavaNya, sehingga muncul perasaan welas asih, cinta, dan pengabdian, terbebas dari ego kepemilikian dan nafsu, dipakai sebagai media untuk menyebrangkan sang jiwa melewati lautan samsara/penderitaan kelahiran-kematian.
2. Rajasika Mantra (Protektif); yaitu kualitas mantra yang dipakai untuk kelangsungan hidup secara duniawi, memenuhi keinginan (kama), memperoleh artha, keturunan, kemuliaan, kemewahan, kesehatan, kewibawaan, kedudukan, dan sebagainya.
3. Tamasika Mantra (Destruktif); kualitas mantra yang dipakai untuk kegiatan menundukkan lawan, menghancurkan penyakit, mencelakakan orang lain, termasuk ilmu hitam. (Sudarma, 2003: 164)
Terlepas dari hal tersebut di atas, sebuah mantra akan dapat memberikan manfaat maksimal (śākti, śiddhi, suci) baik kepada uyang mengucapkannya maupun orang lain dan lingkungan dalam bentuk vibrasi dipengaruhi oleh beberapa hal prinsip, yaitu:
1. Śraddhā; keyakinan yang mendalam terhadap sebuah mantra yang dipakai media untuk merealisasikan tujuan tersebut. Tanpa keyakinan, sama halnya ketika sakit lalu pergi ke dokter dan minta diobati tetapi kita tidak yakin terhadap resep dan anjuran dokter tersebut, tentu kita tidak akan sembuh.
2. Bhakti; perasaan hormat, rindu, cinta kasih, yang mendalam terhadap mantra tersebut, memperlakukan mantra itu seperti kita merawat diri sendiri, Dia adalah istri yang sesungguhnya yang dengan setia menyertai langkah kita. Tanpa bhakti mantra apapun akan menjadi bumerang buat kita. Kasih dan hormat pada mantra dengan keyakinan pada hasil yang dijanjikannya jauh lebih penting daripada sekedar pengulang-ulangan secara mekanis dengan pikiran ngelantur kemana-mana.
3. Sadhāna, cepat atau lambatnya sebuah mantra memberikan manfaat kepada kita adalah karena Sadhāna (disiplin spiritual), Bagaimana mungkin mantra akan menjadi Śiddhi apalagi Śākti kalau hanya diucapkan seminggu sekali atau bahkan sebulan sekali, sementara kita setiap saat berhubungan dengan dunia maya yang senantiasa mengkontaminasi badan, emosi, dan jiwa kita. Lukakanlah Sadhāna dengan konsisten dan berkesinambungan. Tidak perlu tahu banyak mantra tetapi kita tidak paham terhadap arti, makna yang tersirat didalamnya, cukup satu mantra tetapi kita paham dan memilikiSadhāna . saat ini, banyak orang tahu banyak jenis mantra tersebut, hal seperti itu tak ubahnya seperti tong kosong yang bunyinya nyaring tapi tidak memiliki kekuatan.
4. Chānda; teknik pengucapan mantra sangat penting keberadaannya, karena jika sebuah mantra salah memberikan penekanan dan pemenggalan sesuai denganChānda atau guru laghu dan guru bhasanya, tentunya akan memiliki arti dan maksud yang berbeda. Mengenai irama itu sesuai dengan bakat suara masing-masing sadhaka.
5. Kriya; kegiatan berupa pemujaan, baik luar maupun dalam dengan pengetahuan tentang arti esoterik dan eksoteriknya, ataupun pemujaan dalam semacam pengorbanan ke-akuan atau pembakaran segala keinginan. (Sudarma, 1998: 6).

F. Penggunaan Mantra
Menurut waktu penggunaannya mantra dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Nitya Karma Puja, yaitu pengucapan mantra yang dilaksanakan setiap hari secara rutin, misalnya seperti Puja Tri Saṇdhya, yang dilaksanakan setiap hari. Nitya Karma Puja ada dua jenis, yaitu:
1. a. Saṇdhyā Vandanā atau Saṇdhyŏpāsanā, yaitu pemujaan yang dilakukan pada setiap pertemuan waktu, artinya doa dan pemujaan yang dipersembahkan kepada Tuhan, pada pertemuan waktu (saṇdhi) malam hari dengan pagi hari, tengah hari dan pertemuan antara sore hari dengan malam. Saṇdhyŏpāsanā harus dilakukan pada saat Saṇdhya yang tepat, agar mendapat manfaat yang sebesar-besarnya berupa Brahma Teja (Pencerahan Brahman), karena pada tiap-tiap Saṇdhya itu terdapat perwujudan kekuatan khusus yang akan lenyap apabila Saṇdhya tersebut berlalu. Kekuatan-kekuatan khusus tersebut dapat memotong rantai saṁsara masa lalu dan mengubah seluruh situasi masa lalu seseorang, serta memberikan kemurnian dan keberhasilan setiap usaha, dan menjadikannya penuh daya serta ketenangan. Pelaksanannya Saṇdhya mutlak diperlukan bagi seseorang yang menelusuri jalan kebenaran, karena pelaksanaan Saṇdhya merupakan kombinasi dariJapa Upāsana, Svadhyāya, Meditasi, Konsentrasi, Āsana,, Praṇāyāma, dan lain sebagainya. Pelaksanaan Saṇdhyŏpāsanā bersifat wajib, perlu dipelajari tata tertib pelaksanaannya agar memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya; karena kalau tidak dilaksanakan akan menimbulkanPratyavaya Doṣa atau doda karena lalai, dan jelas akan kehilangan Brahmma Teja atau kecemerlangan spiritual. Referensi bacaan: Chandogya Upaniṣad II.24, I.24, III.16, I.7; Brahma Upaniṣad; Maitreya Upaniṣad II.13-14; Jabalŏpaniṣad. 12,13, dan sebagainya.
2. Japa atau Namasmaranaṁ, yaitu pemujaan yang dilakukan untuk mengagungkan nama-nama suci Tuhan dengan cara menyebut secara berulang-ulang. Dapat pula dibantu dengan mala/rudraksa/ruas jari tangan atau menuliskannya di buku secara terus-menerus/berulang-ulang.
2. Naimitika Karma Puja, yaitu pengucapan mantra yang dilakukan secara insidential pada waktu-waktu tertentu saja. Misalnya: mantra yang diucapkan ketika upacara abhiseka, peletakan batu pertama, dalam berbagai saṁskāra, Purnama, Tilem, dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya Naimitika Karma Puja ini ada yang berdasarkan Panca Wara, Sapta Wara, Wuku, Sasih/Bulan, Varsa/tahun, dan berbagai kejadian yang dianggap penting, seperti Gerhana Matahari, Gerhana Bulan, Wabah, tempat angker, dan sebagainya.

G. Tetikesan Pemujaan (Purnama-Tilem)
Persiapan Kebersihan Jasmani:
• Menggosok gigi: Om shri bhatari sayoga ya namah svaha – Ya Tuhan, besihkalah gigi hamba dari segala kotoran.
• Berkumur: Om vaktra suddha mam svaha – Ya tuhan, bersihkalah mulut hamba dari segala kotoran.
• Mandi: Om parama gangga sarira suddha mam svaha – Ya Tuhan, bersihkanlah seluruh badan hamba dengan air ini dari kotoran.
• Mencuci tangan: Om Ung Hrah Phat astra ya namah svaha – Ya Tuhan, bersihkanlah tangan hamba dari kotoran.
• Mencuci kaki: Om Pang pada ya namah svaha – Ya Tuhan, bersihkanlah kaki hamba dari kotoran.
• Keramas: Om Ghring Siva ya namah svaha – Ya Tuhan, bersihkanlah rambut hamba dari kotoran.
• Bercermin: Om vesnava ya namah svaha – Ya Tuhan, anugrahkalah sinar kesucian kepada hamba.
• Bersisir: Om shri dewi byo namah svaha – Ya Tuhan, anugrahkanlah kewibawaan kepada hamba.
• Mengambil pakaian: Om sarva busana ya namah svaha- Ya Tuahan, sucikanlah pakaian hamba.
• Berpakaian: Om Siva busana ya namah svaha – Ya Tuhan, hamba memujaMu dalam prabhavaMu sebagai Siva semoga menyatu dalam jasmani hamba.
• Mekampuh: Om Mahadeva ya namah svaha – Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai Mahadeva yang menyatukan sabda-bhayu-idep dalam jasmani hamba.
Persiapan Sarana:
• Alas duduk (tikar, karpet, dsb)
• Sebuah gelas/tempat tirtha berisi air bersih (diletakkan di pelingih, pelangkiran, altar, sanggar pemujaan)- untuk memohon tirtha wangsuhpada.
• Sebuah mangkok kecil berisi beras yang sudah dicuci bersih diberi wewangian (bija)
o Dupa secukupnya
o Sesajen / Banten / Upakara / Bunga / Canang Sari / Kwangen secukupnya
• Sebuah nampam yag berisikan:
Persiapan rohani:
• Pemusatan pikiran dengan sikap: Padmasana (untuk pria), Bajrasana (unuk wanita), Padasana (berdiri), Savasana (untuk orang sakit), dsb.
• Menyalakan dupa: Om Ang dupam samarpayami ya namah svaha – Ya Tuhan, hamba puja Engkau dalam sinar suciMu sebagai Brahma, pengantar bhakti hamba kepadaMu.
• Menghaturkan dupa: Om Ang dupa dipastra ya namah svaha – Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai Brahma, hamba mohon ketajaman sinar sucimu dalam menyucikan dan menjadi saksi sembah hamba kepadaMu.
• Membersihkan bunga dengan asap dupa: Om puspa danta ya namah svaha – Ya Tuhan, sucikanlah kembang ini dari segala kotoran.
PALET I
Upadeku (Utpatti, Deva Partistha, Kuta Mantra)
Upatti
Upatti ini dilaksanakan untuk membersihkan diri kita, agar dalam melaksanakan pemujaan nanti kita bisa memberikan energi yang bagus terhadap tempat dimana kita akan memuja sehingga bisa memberikan vibrasi yang bagus adapun tahap-tahap yang mesti dilaksanakan dalam melakukan Upatti antara lain :
Asana
Sikap tangan di depan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Om Prasada Sthiti Sarira Siva Suci Nirmala ya namah svaha
Karasodana
Om Sodha mam svaha
Om Ati Soddha mam svaha
Pranayama
Tarik nafas : Om Ang namah
Tahan nafas : Om Ung namah
Buang nafas : Om Mang namah
Penyembahan I
Tangan diatas ubun-ubun dengan sikap Anjali dengan maksud kita memuja Hyang Widhi dengan tulus sehingga kita bisa mendapatkan keheningan pikiran.
Om Hrang Hring Sah Parama Siva Aditya ya namah svaha
Mensucikan bunga dan dupa
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha, dengan maksud untuk membersihkan sarana dan prasarana yang kita pergunakan dalam memuja Hyang Widhi.
Dupa : Om Ang Dhupa Dipastra ya namah svaha
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha
Mensucikan Air I
Tangan di depan hulu hati dengan sikap deva pratistha, dengan maksud untuk memohon kepada Devi Gangga agar membersihkan air ini dari segala kekotoran.
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Hrang Hring Sah Parama Siva Gangga Tirtha Amerta ya namah svaha
Mensucikan Air II
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha, supaya Siva membersihkan air ini dari segala kekotoran.
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Siva Amertha ya namah svaha
Lalu bunga dimasukkan ke dalam air
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha, supaya Sadasiva membersihkan air ini dari segala kekotoran.
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Sadasiva Amertha ya namah svaha
Lalu bunga dimasukkan ke dalam air
Tangan di depan hulu hati dengan sikap deva pratistha, supaya Paramasiva membersihkan air ini dari segala kekotoran.
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Paramasiva Amertha ya namah svaha
Lalu bunga dimasukkan ke dalam air
Membersihkan badan
Pemercikan tirtha ke badan
Om Budha Pawitra ya namah
Om Dharma Maha Tirtha ya namah
Om Sang Hyang Maha Toya ya namah svaha
Kuta Mantra
Kuta mantra merupakan doa untuk mensucikan tempat dimana kita akan melakukan pemujaan sehingga tempat tersebut memiliki nilai religius yang tinggi, adapun mantranya adalah :
Tangan di depan hulu hati dengan sikap deva pratistha.
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Hung Hrah Phat Astra ya namah
Om Atma Tattvatma Suddha mam svaha
Om Ksama Sampurna ya namah svaha
Om Shri Pasupataye Hung Phat
Om Shriyam bhavantu
Sukham Bhavantu
Purnam Bhavantu ya namah svaha
Bunga di buang ke depan
Padmasana
Mantra atau doa yang dipanjatkan pada tahapan ini bertujuan untuk mensucikan padmasana, padmasari, pelangkiran serta yang lainnya, doa yang di ucapkan adalah
Tangan di depan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Ananta Sana ya namah svaha
Om Padmasana ya namah svaha
Om Deva Pratistha ya namah svaha
Tangan diatas ubun-ubun dengan sikap Anjali
Om Hrang Hring Sah Parama Siva Aditya ya namah svaha
Tangan di depan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta Ya namah svaha (dalam hati)
Om I – Ba – Sa – Ta – A
Om Wa – Si – Ma – Na – Ya
Mang – Ung – Ang Namah
Lalu bunga dibuang ke depan
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Sa – Ba – Ta – A – I
Om Na – Ma – Si – Va – Ya
Ang – Ung – Mang Namah
Bunga di buang ke depan
Deva Pratistha
Deva pratistha merupakan mantra pemujaan yang ditujukan kepada para deva supaya berkenan hadir dan berstana di tempat yang akan kita puja, adapun mantra yang di ucapkan adalah :
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Pranamya Sang Linggam,
Deva Linggam Mahesvara
Sarva Devati Devanam
Tasmei Lingga ya namah svaha
Bunga di buang ke depan
Mantram Genta:
Menyucikan Genta :
• Genta dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan memegang sekar dipakai memercikan toya anyar pada Genta sebanyak 3 x mantra : Om Ung Visnu ya namah svaha.
• Selanjutnya Genta diukupi asep dengan tangan kanan sambil memutar kekanan (Pradaksina) sebanyak 3 x mantra : Om Ang Dupa Astra ya namah. Kemudian Sekar disuntingkan pada ujung tangkai Genta.
Ngastawa Genta
Genta dipegang dengan tangan kiri didepan dada, sedangkan tangan kanan memegang pentil (sikap Deva pratista) dengan mantra :
Om karah Sadasivastah, jagatnatha hitangkarah,
Abhivada-vadaniyah, ghanta sabdah prakasyate.
Om Ghanta-sabdah maha sresthah Om karah parikirtitah.
Candrardha – bindu – nadantam, sphulingga Sivatattvan-ca.
Om Ghantayur pujyate devah a-bhavya-bhavya karmesu
Varadah labda-sandheyah, varam-siddhir nirsangsayam.
PALET II
Ngaksama, memohon tirtha pabersihan, palukatan, dan tirtha prayascitta
Ksama Puja:
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha:
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Ksamasva mam Mahadeva
Sarva Prani Hitankara
Mamoca Sarva Papebhyah
Phalayasva Sadasiva
Om Papo`ham Papa Karmaham
Papatma Papa Sambhavah
Trahimampundharikaksah
Kenancit Mama Raksantu
Om Ksantavyah Kayiko Dosah
Ksantavyo Vaciko Mama
Ksantavyo Manaso Dosah
Tat Pramadat Ksamasva mam
Om Hinaksaram Hina Padam
Hina Mantram Tataivaca
Hina Bhakti Hina Vrddhim
Sadasiva Namo’stute
Om Mantra Hina Kriya Hinam
Bhakti Hinam Mahesvara
Yat Pujitam Mahadeva
Paripurnam Tad Astu me
Bunga di buang ke depan
Memohon tirtha pabersihan, palukatan,
Apsu Deva
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Apsudeva Pavitrani
Gangga Devi Namo’stute
Sarva Klesa Vinasanam
Toyane Parisuddhaya Te
Sarva Papa Vinasini
Sarva Roga Vimocane
Sarva Klesa Vinasanam
Sarva Bhogam Avapnuyat
Masukkan bunga ke tempat tirtha
Pancaksaram
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Pancaksaram Maha Tirthan Pavitram Papanasanam
Papa Koti Sahasranam
Agadham Bhavet Sagaram
Om Pancaksaram Param Brahma,
Pavitram Papanasanam
Parantam Parama Jnanam
Siva Lokam Pratam Subham
Om Namo Siva Iti Yo Yam
Para Brahma Atmane Devanam
Para Sakti Panca Deva
Panca Rsi Bhavet Agni
Om A Karasca U Karasca,
Ma Kara Vindu Nadakam
Pancaksaram Maya Protam
Om Kara Agni Mantranke ya namah svaha
Masukkan bunga ke tempat tirtha
Gangga Stava
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Gangga Sarasvati Sindhu
Su-Yamuna Godhavari Narmada Kaveri Sarayu Mahendra Tanaya
Carmanvati Venuka
Om Badhra Netra Vati Mahasuranadi
Kyatancaya Gandhaki Punyah Purna Jale Samudrah Sa Hetangkur Watu Te Manggalam ya namah svaha
Masukkan bunga ke tempat tirtha
Pasupati Puja
Doa ini digunakan untuk memberikan energi pada air supaya memiliki kekuatan yang sangat ampuh untuk menghidupkan air sehingga memiliki kekuatan illahi.
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Sang Hyang Pasupati Ang Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma Astra Pasupati ya namah svaha
Om Wisnu Astra Pasupati ya namah svaha
Om Rudra Astra Pasupati ya namah svaha
Om Isvara Astra Pasupati ya namah svaha
Om Ya namah svaha
Om Sang Hyang aji Sarasvati
Tumurun Maring Surya Chandra
Angawe Pasupati Mahasakti
Angawe Pangurip Maha Sakti
Angurip Sahananing Raja Karya
Teka Urip Teka Urip Teka Urip
Om Sang Hyang Akasa Pertivi Pasupati Angurip tirtha……….
Om Eka Vastu Vignam Svaha
Masukkan bunga ke tempat tirtha
Mantra Prayascita
Mantra Pangeresikan
Pangeresikan dipegang dengan kedua tangan didepan hulu hati
Om asta sastra empu sarining visesa
Tepung tawar amunahaken angilangaken sahananing sebel kandel
Cuntakaning pebhaktyaning hulun
Om sanut sang kala pegat
Pegat rampung sahananing visesa
Om shri Devi bhatrimsa yogini ya namah
Om gagana murcha ya namah svaha.
Isi pengeresikan ditaburkan ke depan (arah Banten)
Air
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta Ya namah svaha (dalam hati)
Om Gangga Devi Maha Linggam
Siva Dvara Maha Pujam
Sarva Amerta Manggala Ya
Tirta Nadi Maha Toyam
Om Shri Gangga Devayai namah svaha
Masukkan bunga ke tempat tirtha
Bungkak Gading
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta Ya namah svaha (dalam hati)
Om I – Ba – Sa – Ta – A
Sarva Mala Prayascitta ya namah
Om Sa – Ba – Ta – A – I
Sarva Papa Pataka Lara Roga Vighna Prayascitta ya namah
Om A – Ta – Sa – Ba – I
Sarva Dasa Mala Geleh Pateleteh Prayascitta ya namah svaha
Masukkan bunga ke tempat tirtha
Natab
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga : Om Puspa Danta Ya namah svaha (dalam hati)
Om Prayascita Kara Yogi Visyan Tayet
Catur Vaktranca Puspadhyam
Om Greng Prayascitta Subhagyam Astu
Masukkan bunga ke tempat tirtha
PALET III Menstanakan Hyang Widhi
Astra mantra
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Hung Hrah Phat Astra ya namah
Om Atma Tattvatma Sudamam Svaha
Om Ksama Sampurna Ya Namah Svaha
Om Shri Pasupataye Hung Phat
Om Shriam bhavantu
Sukham Bhavantu
Purnam Bhavantu ya namah svaha
Bunga di buang ke depan
Memepersembahkan dupa
Dupa di pegang di epan hulu hati dengan sikap tangan deva pratistha
Om Ang Brahma Sandhya namah
Om Ung Visnu Sandhya namah
Om Mang Isvara Tri Purusa Ya namah svaha
Dupa ditaruh ditempatnya semula
Surya Stava
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha
Om Adhityasya Paramjyotih
Rakta Teja Namo’stute
Siva Agni Teja Mayanca
Siva Deva Visiantakam
Om Padma Lingganca Pratistha
Asta Deva Parikirtitham
Sivagraha Samyuktam
Ghanaksaram Sadasiva
Om Hrang Hring Sah Paramasiva
Surya Chandra ya namah svaha
Bunga di buang ke depan
Akasa Stava
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha
Om Akasa Nirmalam Sunyam
Guru Deva Bhyomantaram
Siva Nirbhanam Viryanam
Reka Omkara Vijaya
Om Ah Akasa Bhyo namah svaha
Bunga di buang ke depan
Perthivi Stava
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha
Om Perthivi Sariram Devi
Catur Deva Mahadevi
Catur Asrami Bhatari
Siva Bhumi Maha Siddhi
Om Shri Bhava Devayai namah svaha
Samodhaya Stava
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha
Om Samodhaya Sivaya
Nara Astava Sanggaya
Sajnana Mona Sanggaya
Namastu Bhayu Akasa
Om Perthivi ya namah
Basuki ya namah
Chandra Adhitya Na Srahaya
Ghana Kumarayai svaha
Om Sarasvati Shri svaha
Yama Ludra ya Sanggaya
Kuvera, Baruna ya namah
Brahma Wisnu Mahadeva ya namah svaha
Bunga di buang ke depan
Lingga Stava
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha
Om Linggantu Sarva Devatam
Om Linggantu Sarva Devanca
Om Linggantu Sarva Devanam
Om Shri Guru Bhyo namah svaha
Bunga dibuang ke depan
PALET IV Mempersembahkan Upakara
Astra mantra
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Hung Hrah Phat Astra ya namah
Om Atma Tattvatma Suddha mam svaha
Om Ksama Sampurna ya namah svaha
Om Shri Pasupataye Hung Phat
Om Shriam bhavantu
Sukham Bhavantu
Purnam Bhavantu ya namah svaha
Bunga di buang ke depan
Memepersembahkan dupa
Dupa dipegang dengan kedua tangan di depan hulu hati
Om Ang Brahma Sandhya Namah, Om Ung Visnu Sandhya Namah
Om Mang Isvara Tri Purusa Ya namah svaha
Mantra Pejati ( Daksina, Ajuman, Katipat Kelanan)
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Siva sutram yajna pavitram paramam pavitram
Prajapatir yogayusyam
Balam astu teja paranam
Guhyanam triganam trigunatmakam
Om namaste bhagavan Agni
Namaste bhagavan Harih
Namaste bhagavan Isa
Sarva bhaksa utasanam
Tri varna bhagavan Agni Brahma Visnu Mahesvara
Saktikam pastikanca raksananca saiva bhicarukam.
Om Paramasiva Tanggohyam Siva Tattva Parayanah
Sivasya Pranata Nityam Candhisaya Namostute
Om Naividyam Brahma Visnuca
Bhoktam Deva Mahesvaram
Sarva Vyadi Na Labhate
Sarva Karyanta Siddhantam.
Om Jayarte Jaya mapnuyap
Ya Sakti Yasa Apnoti
Siddhi Sakalam Apnuyap
Paramasiva Labhate ya namah svaha
Bunga di buang ke depan (arah Banten) lalu diperciki tirtha
Mantra Canang Sari
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om tamolah panca pacara guru paduka bhyo namah swaha
Om shri Deva Devi Sukla ya namah svaha
Bunga di buang ke depan (arah Banten)
Mantra ngayabang upakara
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Deva Bhatyam Maha Sukham
Bojanam Parama Saamerthan
Deva Baksya Mahatustam
Boktra Laksana Karanam
Om Bhuktyantu Sarva Ta Deva
Bhuktyantu Triloka Natha
Sagenah Sapari Varah Savarga Sada Sidha Sah
Om Deva Boktra Laksana ya namah
Deva Tripti Laksana ya namah
Treptya Paramesvara ya namah svaha
Bunga di buang ke depan (arah Banten)
Mantra Panyeneng/Tehenan/Pabuat
Penyeneng dipengan dengan kedua tangan didepan hulu hati
Om Kaki panyeneng Nini Panyeneng
Kajenengan denira Sanghyang Brahma Visnu Iswara Mahadeva
Surya Chandra Lintang Teranggana
Om shri ya namah svaha.
Isi penyeneng ditaburkan ke depan (arah Banten)
Mantra Peras
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Panca wara bhawet Brahma
Visnu sapta wara waca
Sad wara Isvara Devasca
Asta wara Siva jnana
Omkara muktyate sarva peras prasidha siddhi rahayu ya namah svaha.
Bunga di buang ke depan (arah Banten) lalu diperciki tirtha
Pemercikan Tirtha ke semua upakara
Om Pertama Sudha,
Dvitya Sudha
Tritya Sudha
Caturti Sudha
Pancami Sudha
Sudha Sudha Variastu Ya namah svaha.
Om Puspam Samarpayami
Om Dupam Samarpayami
Om Toyam Samarpayami
Sarva Baktyam Samarpayami
Mantra Segehan
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta Ya namah svaha (dalam hati)
Om Atma Tattvatma suddha mam svaha
Om svasti-svasti sarva bhuta suka pradhana ya namah svaha
Om shantih shantih shantih Om.
Bunga di buang ke depan (arah segehan) lalu diperciki tirtha
Mantra Metabuh Arak Berem
Sambil mengucapkan mantra sambil menuangkan petabuhan
Om ebek segara, ebek danu
Ebek banyu premananing hulun ya namah swaha.
Doa Ini dipakai bila sarananya hanya bunga, air dan dupa saja
Om Puspam Samarpayami
Om Dupam Samarpayami
Om Toyam Samarpayami
Sarva Baktyam Samarpayami
PALET V PENUTUP
Astra mantra
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Hung Hrah Phat Astra ya namah
Om Atma Tattvatma Suddha mam svaha
Om Ksama Sampurna ya namah svaha
Om Shri Pasupataye Hung Phat
Om Shriyam bhavantu
Sukham Bhavantu
Purnam Bhavantu Ya namah svaha
Bunga di buang ke depan
Ngaksara Jagatnatha
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Ksamasvamam Jagatnatha
Sarva Papa Nirantaram
Sarva Karya Siddhan Dehi
Pranamya Karya Suryasvaram
Tvam Surya Tvam Sivakarah
Tvan Ludra Bahni Laksanam
Tvamna Mani Sarva Gatakarah
Mama Karya Prajayate
Om Ksamasvamam Mahasakti
Asta Aisvarya Gunaatmakam
Nasayet Satatam Papam
Sarva Loka Darsanam
Om Anugraha Mano Haram
Deva Datha Nugrahaka
Arcanam Sarva Pujanam, Namo Sarva Nugrahaka
Deva Devi Mahasiddhi
Yajnanga Nirmalatmakam
Laksmi Sidisca Dirgahayur Nirvighnam Sukha Verddhisca
Bunga di buang ke depan
PALET VI
Sembahyang
Asana: Om prasada sthiti sarira Siva suci nirmala ya namah svaha – Ya Tuhan, anugrahkanlah kepada hamba ketenangan dan kesucian dalam batin hamba.
Pranayama dengan sikap tangan Amustikarana:
• Menarik napas; Om Ang namah – Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai pencipta dan sumber dari segala kekuatan, anugrahi hamba kekuatan batin
• Menahan napas: Om Ung namah – Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai pemelihara dan sumber kehidupan anugrahi hamba ketenangan batin
• Mengeluarkan napas: Om Mang namah – Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai pelebur segala yang tidak berguna dalam kehidupan, anugrahi hamba kesempurnaan batin.
Karasoddhana
Tangan kanan: Om Soddha mam svaha – Ya Tuhan, sucikanlah seluruh badan jasmani hamba
Tangan kiri: Om Ati soddha mam svaha – Ya Tuhan, sucikanlah seluruh badan rohani hamba
Puja Tri Sandhya
Om bhur bhuvah svah
Tat savitur varenyam
Bhargo devasya dhimahi
Dhyo yo nah praccodayat
Ya Tuhan, yang menguasai ketiga dunia ini, Yang Mahasuci dan sumber dari segala kehidupan, anugrahi hamba sinar penerangan dengan cahayaMu Yang Mahasuci
Om narayana evedam sarvam
Yad bhuta yasca bhavyam
Niskalangko niranjano nirvikalpo
Nirakhyatah suddho deva eko
Narayano na dvityo’sti kascit
Ya tuhan, hamba puja Engkau sebagai Narayana pencipta alam semesta beserta isinya, Engkau Mahagaib, tak berwujud, dan tak terbatas oleh waktu, dapat mengatasi segala kebingungan, Engkau Mahasuci, Mahaesa, dan tidak ada duanya, dan dipuja oleh semua mahluk
Om tvam sivah tvam mahadeva
Isvarah paramesvarah
Brahma visnusca rudrasca
Purusah parikirtitah
Ya Tuhan, Engkau hamba puja dalam sinar suci dan saktiMu sebagai Siva, Mahadeva, Isvara, Paramesvara, Brahma, Visnu, dan juga Rudra, karena Hyang Widhi adalah sumber dari segala yang ada
Om papo’ham papakarmaham
Papatma papasambhavah
Trahi mam pundarikaksa
Sabahya bhyantarah sucih
Ya Tuhan, hamba ini penuh dengan kenestapaan, perbuatan hamba penuh dengan kenestapaan, jiwa dan kelahiran hamba penuh dengan kenestapaan, hanya Engkaulah yang dapat menyelamatkan hamba dari kenestapaan itu, semoga dapatlah disucikan lahir-bathin hambaMu ini.
Om ksamasva mam mahadevah
Sarva prani hitangkara
Mamoca sarve papebhyah
Phalayasva sadasiva
Ya Tuhan, ampunilah hamba hyang Widhi, yang memberikan keselamatan semua mahluk, ampuni hamba dari segala dosa, dan limpahkanlah perlindungan kepada hamba.
Om ksantavah kayiko dosah
Ksantavyo vaciko mama
Kksantavyo manaso dosah
Tat pramadat ksamasva mam
Ya Tuhan, ampunilah segala dosa hamba, baik yang berasal dari perbuatan, perkataan, dan pikiran, maupun dari segala kesalahan hamba
Om santih santih santih Om
Ya Tuhan, semoga ada kedamaian dalam hati, di dunia, dan semuanya damai untuk selamanya atas anugrahMu.
Kramaning Sembah
Muspa Muyung: Om Atma tattvatma suddha mam svaha – Ya Tuhan, Engkau adalah merupakan sumber Atman dari semua ciptaanMu, sucikanlah hambaMu.
Muspa dengan bunga ke hadapan Siva Adhitya sebagai saksi pemujaan:
Om Adityasya param jyotih
Rakta teja namo’stute
Sveta pangkaja madhyasta
Bhaskaraya namo’stute
Om Hrang Hring Sah paramasiva adhitya ya namah svaha
Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai sumber cahaya yang merah cemerlang, penuh kesucian yang bersemayam di tengah-tengah teratai berwarna putih, sembah sujud hamba kepada sumber segala cahaya, Ya Tuhan, Engkau adalah ayah semesta alam, ibu semesta alam, Engkau adalah Paramasiva devanya matahari,anugrahkanlah kesejahtraan lahir-bathin.
Muspa dengan kwangen/bunga ke hadapan Hyang Widhi dengan Ista devataNya:
Om namo devaya adhistanaya
Sarva vyapi vai sivaya
Padmasana eka prathistaya
Ardhanaresvarya namah svaha
Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai sumber sinar yang bersinggasana di tempat paling utama, hamba puja sebagai Siva penguasa semua mahluk, kepada devata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja.
Muspa dengan kwangen/bunga kehadapan Hyang Widhi untuk memohon waranugraha:
Om anugraha manoharam
Deva datta nugrahaka
Arcanam sarva pujanam
Namh sarva nugrahaka
Deva devi mahasiddhi yajnangga nirmalatmakam
Laksmi siddhisca dirgahayuh
Nirvighna sukha verddhisca
Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian devata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah, kemahasiddian pada deva dan devi berwujud yajna suci. Kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani.
Muspa Muyung, sebagai penutup persembahyangan:
Om deva suksma paramacintya ya namah svaha
Om santih santih santih Om
Ya Tuhan, hamba memuja Engkau devata yang tak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugrahkanlah kepada hamba kedamaian, damai, di hati, damai di dunia, dan semoga semuanya damai atas anugrahMu
PALET VII Mohon Tirta Vasuh Pada
Astra mantra
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Hung Hrah Phat Astra ya namah
Om Atma Tattvatma Suddha mam svaha
Om Ksama Sampurna ya namah vvaha
Om Shri Pasupataye Hung Phat
Om Shriyam bhavantu
Sukham Bhavantu
Purnam Bhavantu ya namah svaha
Bunga dibuang ke depan (ke arah Tirtha)
Pranamya kepada Adhitya
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Pranamya bhaskara devam
Sarva klesa vinasanam
Pranamya adhitya Sivartam
Bhukti mukti varapradam
Om Hrang Hring Sah Paramasiva Gangga tirtha amertha ya namah svaha
Bunga dibuang ke depan (ke arah Tirtha)
Pancaka Tirtha
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Bunga: Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Gangga Sarasvati Sunyam
Jaya Tirtha Mahottamam
Jaya Shri Jaya Murtinam
Sarva Klesa Vinasanam.
Om Bhur Bhuvah Svah Maha Gangga Tirtha Pavitrani ya namah svaha
Bunga dibuang ke depan (ke arah Tirtha
Pemercikan Tirtha
Doa ketika metirtha:
Om Ang Brahma amrta ya namah
Om Ung Visnu amrta ya namah
Om Mang Isvara amrta ya namah
Ya Tuhan, dalam wujud Brahma
Ya Tuhan , dalam wujud Visnu
Ya Tuhan, dalam wujud Isvara
Anugrahkan air suci kepada hamba
Doa minum tirtha:
Om Om sarira ya namah
Om Om sadasiva ya namah
Om Om paramasiva ya namah
Ya Tuhan sebagai Siva, Sadasiva, Paramasiva, anugrahilah badan dan rohani ini air suci
Doa ketika meraup tirtha:
Om Om sarira purna ya namah
Ang Ung Mang gangga amrta ya namah
Sarira suddha parama teja ya namah
Om Ang sama sampurna ya namah
Ya Tuhan, sempurnakanlah badan ini, Ya Tuhan sebagai perwujudan gangga amrta, anugrahilah diri kami kesucian, sinar yang maha suci, yang maha sempurna
Memasang Bija
• Diletakkan di selaning lelata: Om shriyam bhavantu – Ya Tuahan, semoga kebahagiaan meliputi kami
• Diletakkan di pangkal tenorokan: Om sukham bhavantu – Ya Tuhan, semoga kesenangan selalu datang pada hamba
• Ditelan tanpa dikunyah: Om purnam bhavantu, Om ksama sampurna ya namah svaha – Ya Tuhan, semoga segala kesempurnaan menjadi bertambah sempurna pada diri hamba
Memasang bunga
• Diletakkan di ubun-ubun: Om Siva Raditya ya namah svaha - Ya Tuhan, sebagai saksi semuanya, semoga hamba selalu dapat mengingatMu.
• Diletakkan di kedua telinga: Om deva shri devi ya namah svaha – Ya Tuhan, semoga kewibawaan meliputi hamba.
PALET VIII
Purna Puja
Tangan didepan hulu hati dengan sikap deva pratistha
Om Purnam Adah Purnam Idam
Purnat Purnam Udhacyate
Purnasya Purnama Dhaya
Purnam Iva Vasisyate
Om Sarve Bhavantu Sukinah
Sarve Santu Niramayah
Sarve Bhadrani pasyantu
Ma kascit Duhkha bhag Bhavet.
Om Santih, Santih, Santih Om
H. Penutup
Demikian beberapa hal berkaitan dengan tata cara memuja yang dapat disampaikan, semoga dapat dijadikan acuan standar minimal bagi para calon Pinandita. Dan apayang di bahas pada kesempatan ini tidaklah harga mati, dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat kewenangan para Pinandita sesuai dengan petunjuk Guru Nabe yang Ngaskara ketika Pawintenan.
Pūrṇa Pūja
Oṁ pūrṇaṁ adah pūrṇaṁ idam
pūrṇat pūrṇaṁ udacyate
pūrṇasya pūrṇamādhaya
pūrṇaṁ iva vasisyate.
Oṁ śarve bhavantu sukhinaḥ
śarve śāntu niramāyaḥ
śarve badrani paśyantu
Mā kaścit duhkha bhag bhavet
Ya Tuhan mahasempurna, hamba yang tiada sempurna ini memujaMu, semoga itu menjadi sempurna, yang ini menjadi sempurna, karena kesempurnaan hanya dapat muncul dari sempurna. Semoga yang tidak sempurna menjadi sempurna, semoga yang ada hanyalah kesempurnaan atas karuniaMu.
Semoga semuanya selalu berbahagia
Semoga selalu dalam keadaan sehat
Semoga semuanya sejahtera
Semoga tidak seorangpun yang menderita atas karuniaMu. (Anand Krishna.1992)
Oṁ Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ Oṁ
Beberapa sloka tentang para Brahmana (Pinandita) kaitannnya dengan Kelahiran & Kematian:
Sat karmabhih ato nityam devatatithi pujakah
Huta sesantu bhunjano brahmanaonava sidati
Seorang Brahmana, yang sehari-harinya melaksanakan 6 kewajiban agama (sat karma) dan makan sisa dari persembahan homanya setelah memuaskan para dewa dan para tamu, tak pernah menderita nasib yang buruk dalam kehidupan (Parasaradharmasastra I.38)
Sandhya snanam japo homah svadhyayo devata-arcanam
Vaisvadevatitheyan ca sat karmani die dine
Melaksanakan sandhya, penyucian, japa dan homa, mempelajari veda, pemujaan illahi, melaksanakan upacara kematian dan kegiatan memmuaskan para tamu, merupakan 6 kewajiban agama sehari-hari yang diperintahkan kepada seorang brahmana. (Parasaradharmasastra I.39)
Atah sudhim pravaksyami janane marane tata
Dine trayena suyanti Brahmanah preta sutake
Ksatriyo dvadasa hena vaisyah pancadsa haikah
Sudrah sudeyati masena parasara vaco yatha
Sekarang Aku akan menjelaskan tentang periode Atau masa ketidaksucian seseorang yang berhubungan dengan kelahiran dan kematian (dari anggota keluarganya)
Masa kotor yang disebabkan oleh sebuah kelahiran atau kematian dalam keluarganya, bagi kaum brahmana selama 3 hari, bagi ksatriya 12 hari, bagi vaisya 15 hari dan bagi sudra 30 hari, seperti yang ditetapkan oleh Yang Suci Parasara. (Parasaradhamasastra III.1-2)
Upasane tu vipranam angga suddhistu jayate
Brahmananam praptutau tu dehasparso vidhiyate
Para Brahmana menadi bersih melalui pemujaan dewata dan badannya dapat disentuh selama masa kotor yang disebabkan suatu kelahiran dalam keluarganya. (parasaradharmasastra III.3)
Samparkad udusyate vipro nanyo doso’sti brahmane
Samparkesu nivrttasya na pretam na iva sutakam
Seorang Brahmana hanya dipengaruhi oleh hubungan pertalian mengenai kotor kelahiran atau kematian. Bila tidak ada hubungan maka kekotoran juga tidak ada. (Parasaradharmasastra III.26)
Prasave grhamedhi tu na kuryat sangkaram yadi
Dasaha cchudyate mata avagahya pita sucih
Seorang pengikut diksa, seorang Brahmana yang telah pantas diterangi api suci atau badannya telah disucikan dengan pengucapan mantra Veda, seorang raja dan yang diharapkan menjadi raja tak terpengaruh atau tak ternodai oleh kekotoran kelahiran (parasaradharmasastra III.30